Dicela sempit baris
gedung pencakar langit
aku memandang kebawah
menerobos cendela kaca
Salah satu kota yang
masuk kedalam jajaran kota yang ingin kukunjungi
Jogjakarta
Riuh di luar sana
Ribuan kaki berlalu
lalang menghiasi jalanan
Aku mematung menebar
pandang ke penjuru arah
Angin menerobos masuk
menggoyangkan selambu
Menyadarkanku bahwa
pesawat ini harus segera terbang
*
Masihkah kau berdiri
disana
Kau nama yang selalu
ku tulis
Pada setiap lembar
kertas
*
Ku lari ke luar kelas
Kemudian ku menulis
namamu
Ku kembali ke kelas
Kemudian kumencoret
namamu
Ku bosan dengan penat
Kupecahkan bola kaca
Gaduh, mereka
mengamatiku
Beberapa hati turut
memunguti pecahan kaca
Luka yang kuhadiahkan
Bagaikan puteri,
prajurit hati menghapus penatku
Lantunan musik malam
membangunkanku
Aku terhisak
Aku ingin mendengar
suaramu
Ku ingin mengatakan
padamu bahwa aku dalam bahaya
Aku ingin kau disini
Aku kembali terhisak
Semua mustahil
*
Masihkah kau berdiri
disana
Kau nama yang selalu
ku tunggu
Pada setiap kedipan
layar handphoneku
*
Malam pekat dengan
penjaja makanan
Lantunan nyanyian
malam
Dan ratusan manusia
yang menikmati rembulan
Aku ingin mendengar
suaramu
*
Pesawat Kertas putih
itupun terbang
Disela sela barisan
gedung pencakar langit
Terbang dengan percaya diri
Terus terbang tanpa
menghiraukan debu ataupun asap yang mengotorinya
Hingga
Angin sudah tak mampu
lagi membuatnya terbang
Pesawat kertas itu
mendarat
Membawa cerita,
ku ambil kembali ia
dari Balkon cendelaku
*
Jangan pernah takut untuk
terbang
Aku akan disini di
balik cendela ini
Melihatmu mengudara
Aku masih disini
Masihkah kau berdiri
disana?
Begitulah sajak
perantauanku
-
Aku menyerah kepada
Sang Maha membolak balikkan hati hamba-Nya
Sejenak takut
mememeluk
Sejenak itu pula
motivasi menyapa
Membuatku terjaga
-
Memoar, Jogjakarta, 1-11 September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar